Nuryati, Mantan TKW yang berhasil menjadi Dosen

Senin, 27 Desember 2010

1 komentar
Pemerintah memberikan apresiasi kepada para buruh migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKl) yang sekembalinya dari negeri rantau beralih profesi menjadi wirausaha di negeri sendiri, bahkan mampu memberikan nilai tambah untuk masyarakat dan lingkungan di sekitarnva.
Apresiasi kepada para buruh migran diwujudkan dengan Indonesia Migran Worker’s Award tahun 2010 pada peringatan Hari Migran Inter­nasional (International Migrants Day) yang dicanangkan Perse­rikatan Bangsa Bangsa (PBB) setiap tanggal 18 Desernber.

Penghargaan tersebut diserahkan oleh Menakretrans Muhaimin Iskandar di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (20/12/2010).

Kegiatan yang digagas UKM­ Center FEUI bekerjasama deng­an Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kemenakertrans, Kementerian Pember­dayaan Perempuan dan BNP2TKI ini memberikan penghargaan untuk empat kate­gori, yaitu Puma TKI Wira­usaha, Remitansi Produktif, Purna TKI Motivator dan Peng­hargaan Petugas Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran.
Para finalis kebanyakan ber­asal dari kantong-kantong TKI seperti NTB, Jabar, Lampung, Jatim dan Jateng. Setelah dilakukan penjurian beberapa ta­hap akhirnya pemerintah mem­berikan satu penghargaan kepada TKI terbaik untuk masing­-masing kategori. Untuk Peng­hargaan Purna TKI Wirausaha dimenangkan Siti Maryam, mantan TKI Hongkong asal Trenggalek, Jawa Timur. Sele­pas bekerja sebagai TKI, Siti membuka wirausaha di bidang salon dan video shooting. Atas keberhasilannya ini, Siti menda­patkan piala dari Menko Kesra dan uang pembinaan.
Penghargaan dari Meneg PP untuk kategori Remitansi Produktif dimenangkan oleh Keluarga Jaharudin asal Bima, Nusa Tenggara Barat. Keluarga Jaha­rudin berhasil memanfaatkan remitansi dari anaknya yang bekerja di Arab Saudi untuk modal usaha mebel dan biaya sekolah anak-anaknya.
Sedangkan Pcnghargaan Menakertrans untuk kategori Purna TKI Motivator berhasil diraih Nuryati Dosen Untirta dan Advokasi Pemberdayaan asal Serang, Banten. Nuryati yang pernah jadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi, menggunakan hasil usahanya untuk melanjutkan sekolah dan sekarang menjadi dosen di Fakul­tas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.
Terakhir, Penghargaan Ke­pala BNP2TKI untuk Petugas Pelayanan Kepulangan Pekerja Migran Terbaik diraih Mohammad Adib, Petugas di Ban­dara Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah. Meski mengaku sangat butuh uang, ternyata Mohammad Adib tidak mau memeras TKI. Dia lebih memilih untuk mem­bantu, membimbing dan menga­rahkan TKI.
Menakertrans mengatakan penghargaan ini merupakan salah satu bentuk apresiasi dari pemerintah kepada TKI yang berhasil beralih dari pekerja di negeri orang menjadi wira­usaha di negeri sendiri bahkan mampu memberikan nilai tam­bah untuk masyarakat dan lingkungan sekitar.
"Mereka patut menjadi con­toh dan inspirasi bagi seluruh TKI beserta keluarganya, agar hasil bekerja di luar negeri dapat benar-benar dimanfaatkan un­tuk mengembangkan wirausaha dan membuka lapangan kerja di dalam negeri, di kampung halamannya sendiri, " kata Muhaimin.


Kisah Nuryani, TKI Motivator yang berhasil menjadi Dosen
Sosok Nuryati, seorang man­tan TKI yang kini menjadi dosen berhasil meraih penghargaan kategori Purna TKI Motiva­tor. Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Se­rang, Banten, ini pernah menco­ba mengadu nasib di Arab Saudi. 
Perempuan asal Subang ini melamar sebagai baby sitter selama tiga tahun pada 1998 hingga 2001. Sebelumnya ia tak membayangkan akan beker­ja di tanah rantau setelah lulus SMA. Sebab, perempuan kela­hiran 2 Juni 1979 itu adalah lulusan terbaik SMA Prisma, Serang, Banten. Bahkan sejak kelas satu, dia langganan juara dan mendapat beasiswa. Dikarenakan orang tuanya tak punya biaya untuk melan­jutkan hingga kuliah, akhirnya ia bulatkan tekad untuk berang­kat menjadi TKI di Arab Saudi. Meski begitu, dalam dirinya memendam impian untuk bisa berkuliah setelah pulang dari mcngumpulkan uang dari pe­kerjaan di Arab. Hingga isi koper yang akan dibawa ke Arab pun berisi buku-buku pelajaran SMA dan buku pengetahuan umum. Meski ke­inginannya untuk bisa menge­nyam bangku kuliah pupus, ia ingin tetap bisa terus belajar.
Di Arab, Nuryati diterima bekerja di keluarga dokter, bahkan dinilai well educated, ia kerap diminta mendampingi putri sang majikan saat belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Ia juga mendapat izin tidur siang dan meluangkan waktu untuk membaca buku. Selama di sana ia berusaha berdisiplin dalam berbagai hal. Termasuk dalam pembukuan gaji yang diterima. Bahkan, ia selalu meminta kwitansi pembayaran gaji yang ditandatangani sang majikan. Hal ini dilakukan agar ia bisa tahu berapa gaji sebenarnya yang diterima seti­ap bulan.
Selain itu, untuk kesela­matan pribadi, nomor-nomor telpon penting, seperti nomor konsulat dan kedutaan dicatatnya dengan sulaman berkode khusus di kerudung yang selalu dipakainya ke mana-mana. De­ngan cara inilah, hal-hal yang dikhawatirkan pun tidak terjadi.
Setelah bekerja selama 2 tahun 8 bulan, Nuryati tak sengaja menyaksikan acara wisuda di Universitas Al Azhar di televisi lokal. Hasrat untuk pulang kian menggebu-gebu. Akhirnya ia berpamitan kepada majikannya untuk pulang ke Indonesia. Selang tiga hari sekembali ke tanah air, ia langsung mengi­kuti tes masuk Fakultas Hukum Untirta. Dia pun dinyatakan lulus. Kuliah sambil bekerja pun harus ia lakoni. Di tempatnya bekerja, Pizza Hut Cilegon, ia harus belajar secara sembunyi­-sembunyi di toilet. Bahkan di pintu toilet diberi tanda toilet dalam perbaikan, untuk meng­hindari teguran dari atasan.
Kecerdasan dan ketekunan yang dijaganya membuat Nur­yati mampu lulus dengan IPK 3,7 dan meraih predikat cum laude. Dia lulus dalam waktu tiga tahun dan menjadi satu­-satunya sarjana di kampung hingga merubah hidupnya seca­ra drastis dan menyenangkan.
Empat tahun kemudian, Nur­yati menyabet gelar master bidang hukum dari Universitas Jayabaya, Jakarta. Ia herha­sil meraih sertifikat advokat dari Persatuan Advokat Indo­nesia, namun kemudian memu­tuskan untuk mengabdi di alma­maternya, menjadi dosen Untirta.
Pengalamannya sebagai mantan TKI dan kini jadi dosen, Nuryati kerap mendapat undangan menjadi pembicara da­lam seminar-seminar tentang ketenagakerjaan. Kini ia sedang menempuh studi doktoral di Universitas Padjajaran Ban­dung.